Klasifikasi Tubuh Sapi Pedaging
Untuk
meningkatkan produksi pada ternak sapi potong, peternak harus dapat
menaksir jumlah dan kualitas daging yang akan dihasilkan (grading).
Variabel yang diukur dalam grading ternak sapi potong adalah :
1.Skor Kerangka (frame score),
digunakan untuk memperkirakan bobot hidup pada saat sapi pedaging
mencapai dewasa, yang dihitung pada saat tebal lemak punggung pada rusuk
ke 12 = 0,2 inchi dan lambung terisi secara wajar. Frame score dinilai
dengan ukuran : Besar (large), Sedang (medium), dan Kecil (small) sesuai
dengan capaian bobot hidup saat ternak tersebut mencapai dewasa.
2.Skor Otot,
menggambarkan ketebalan perototan pada tubuh sapi. USDA menstandarisasi
skor otot pada ternak sapi ke dalam 4 skor, yaitu 1,2,3 dan 4. Skor 1
diberikan pada sapi dengan perototan paling tabal dan skor 4 diberikan
kepada sapi dengan perototan paling tipis.
3.Skor Kondisi Tubuh (Body Condition Score),
menggambarkan tingkat perlemakan/kegemukan dengan kisaran angka antara
1 – 9, berdasarkan bentuk dan konformasi tubuh (bukan berdasarkan
bobot/berat hidup). Sapi dengan bobot hidup sama mungkin memiliki BCS
yang jauh berbeda. BCS diberikan berdasarkan pada
perlemakan pada brisket, iga, punggung, pinggul, tulang duduk, dan pangkal ekor. BCS pada sapi pedaging yang optimal adalah 5 – 7.
perlemakan pada brisket, iga, punggung, pinggul, tulang duduk, dan pangkal ekor. BCS pada sapi pedaging yang optimal adalah 5 – 7.
Penilaian
ternak sapi sangat tergantung kepada : jenis, bangsa dan tipe ternak.
Masing-masing jenis, bangsa dan type memiliki karakteristik yang
berbeda dalam hal produksi daging. Sapi Brahman dan Sapi Simental
(berbeda bangsa), dengan berat hidup yang sama akan menghasilkan
jumlah dan kualitas daging yang berbeda. Sama juga halnya dengan sapi
potong dan sapi perah.
Sumber :
- agebb.missouri.edu
- beef.unl.edu
- falsterfarm.com
- thebeefsite.com
Bagian
tubuh sapi yang bisa dikonsumsi disebut sebagai karkas. Karkas yang
dihasilkan oleh sapi berkisar antara 4%5 – 55 % dari berat tubuhnya,
tergantung pada bangsa dan kondisi sapi. Perolehan karkas dapat
diperkirakan pada saat sapi masih hidup, dengan cara grading
(klasifikasi). Klasifikasi ternak sapi berdasarkan karkas adalah sebagai
berikut :
1.Berdasarkan Kualitas, digolongkan menjadi beberapa kelompok, yaitu :
- Prime. Ciri klasifikasi ini adalah seluruh tubuh berdaging tebal, mempunyai selubung lemak yang berat, dengan bentuk dan tampilan yang sangat bagus. Ternak sapi dengan kondisi ini sangat gemuk
- Choice. Bentuk dan tampilannya sedikit dibawah prime, karena selaput lemak, daging dan perototan lebih sedikit, tetapi tetap lunak. Klasifikasi ini dibagi lagi menjadi : high, middle, atau low choice carcass. Klasifikasi ini diperoleh melalui pemberikan pakan berupa biji-bijian.
- Good. Ternak sapi pada klasifikasi ini mengandung sedikit lemak , biasanya pada ternak muda. Klasifikasi ini ini dibagi lagi menjadi : high, middle, dan low good yang sering digunakan. Ternak sapi dengan klasifikasi ini biasanya terbentuk karena diberi pakan dengan sedikit biji-bijian atau terbentuk di padang penggembalaan yang baik tanpa biji-bijian.
- Standard. Ini adalah klasifikasi pada ternak-ternak di bawah umur 4 tahun, yang berdaging dan berotot tipis, serta sedikit mengandung lemak sangat sedikit.
- Commercial. Klasifikasi untuk sapi-sapi yang berumur di atas 4 tahun dengan kualifikasi sama dengan pada standard.
- Utility. Klasifikasi ternak sapi dengan kondisi dibawah grade commercial.
- Cutter. Ternak sapi dengan grade ini badannya sangat kurus, tinggal kulit pembalut tulang dengan susunan tulang yang menonjol.
- Canner. Kualitasnya lebih buruk daripada cutter.
2.Berdasarkan kuantitas
( yield grade, cutability), dibagi berdasarkan persentase daging dan
perlemakan tubuh menjadi 5 macam yaitu : cutability 1 (dengan daging
hampir tanpa lemak/ lean meat) hingga cutability 5 (yang banyak sekali
mengandung lemak tubuh). Rumus untuk menghitung yield grade pada sapi
sebagai berikut.
Yield
grade : 250 + (2,50 x tebal lemak punggung, inchi) – (0,32 x luas otot
mata rusuk, inchi kuadrat) + (0,20 x persen lemak ginjal, jantung,
pelvis) + (0,0038 x bobot karkas panas, pound)
Klasifikasi ternak sapi berhubungan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut :
- Bangsa -> Bangsa Friesian cenderung menghasilkan daging tanpa lemak, sedangkan bangsa sapi shorthorn cenderung menghasilkan daging dengan lemak yang banyak sekali.
- Umur -> Sapi-sapi muda akan menghasilkan daging dengan kandungan lemak relatif lebih sedikit daripada sapi-sapi tua.
- Berat tubuh -> Pada umur yang sama dan bangsa yang sama, sapi yang gemuk mempunyai kandungan lemak lebih banyak daripada sapi-sapi yang lebih kurus.
- Pergerakan tubuh (exercise) -> Sapi-sapi yang banyak bergerak akan mempunyai otot yang lebih kekar dari pada sapi-sapi yang hampir tidak pernah bergerak.
- www.sdstate.edu
- mtbqa.org
- www.wasatchmeats.com
Jarak beranak pada sapi perah,
sangat tergantung kepada pelaksanaan perkawinan dan kebuntingan sapi
tersebut. Di Indonesia, dimana perkawinan sapi perah umumnya dilakukan
dengan inseminasi buatan, perhitungan jarak beranak ini sangatlah
penting.
Interval birahi pada sapi perah adalah 21 hari. Apabila sapi baru bunting setelah 2 kali inseminasi, maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
Sumber :
icon-agry.blogspot.com
ojimori.com
Interval birahi pada sapi perah adalah 21 hari. Apabila sapi baru bunting setelah 2 kali inseminasi, maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
- Inseminasi dilakukan 85 hari setelah melahirkan -> Perpanjangan jarak beranak adalah : (2-1) x 21 hari = 21 hari.
- Inseminasi dilakukan 50 hari setelah melahirkan - > Perpanjangan jarak beranak adalah : (2 x 21 + 50) hari – 85 hari = 7 hari
Selisihnya
cukup besar besar bukan ?, yaitu sekitar 14 hari (2 minggu). Selisih
ini nantinya dapat menurunkan produksi susu yang sedang berjalan ataupun
yang akan datang sekitar 3,7 - 9% dari total produksinya.
Atas
dasar itulah setiap peternak dan inseminator wajib memiliki pengetahuan
tentang tanda-tanda birahi dan waktu yang tepat untuk mengawinkan
atau melakukan inseminasi pada sapi perahnya.
Ada beberapa tanda yang mudah terlihat pada 12 – 24 jam sebelum birahi yang sebenarnya, antara lain :
- Sapi perah terlihat lebih tenang.
- Vagina menjadi lembab dan mengeluarkan lendir (cairan) yang bening.
1.Sapi perah itu menjadi lebih peka terhadap sekelilingnya .
2.Sapi selalu gelisah.
3.Produksi susunya menurun.
4.Nafsu makannya berkurang.
5.Vulva mengeluarkan lender yang bening dan pekat.
2.Sapi selalu gelisah.
3.Produksi susunya menurun.
4.Nafsu makannya berkurang.
5.Vulva mengeluarkan lender yang bening dan pekat.
Kondisi
seperti tersebut diatas akan berlangsung selama +/- 14 jam. Menjelang
masa birahinya berakhir, lendir dari vulva akan mengental dan menjadi
keruh, sampai akhirnya berhenti. 10 jam kemudian, terjadilah ovulasi
(pembuahan).
Waktu
yang ideal untuk mengawinkan atau melakukan inseminasi sapi perah,
adalah sekitar 9 - 24 jam setelah tanda-tanda birahi pertama muncul.
Atau mengikuti pedoman berikut :
- Birahi pada pagi hari -> Inseminasi dilakukan pada sore harinya
- Birahi pada siang hari -> Inseminasi dilakukan pada siang esok harinya
- Birahi pada sore hari -> Inseminasi dilakukan pada pagi esok harinya.
Sumber :
icon-agry.blogspot.com
ojimori.com
Keuntungan yang akan didapat oleh peternak sapi perah, sangat tergantung dari jumlah susu yang dihasilkan oleh sapi perah yang dipeliharanya.
Total jumlah susu sapi yang dihasilkan, tergantung kepada jumlah kebuntingan sapi perah tersebut selama masa produktifnya.
Oleh
sebab itu, untuk meningkatkan nilai ekonomis, sapi harus segera
dikawinkan kembali. Saat yang paling baik untuk mengawinkan adalah 50
hari setelah melahirkan, karena alat reproduksinya sudah normal
kembali.
Dan
paling lambat 85 hari setelah melahirkan, sapi perah itu sudah harus
bunting kembali. Persyaratan ini harus dipenuhi, karena jika jangka
waktu perkawinannya terlalu lama, maka jarak beranaknya juga bertambah
panjang. Akibatnya akan merugikan peternak sapi perah tersebut, karena total produksi susu yang didapat tidak maksimal.
Untuk diingat, yang wajib dilakukan pada sapi perah mulai melahirkan hingga bunting dan melahirkan kembali adalah sebagai berikut :
Untuk diingat, yang wajib dilakukan pada sapi perah mulai melahirkan hingga bunting dan melahirkan kembali adalah sebagai berikut :
- Memberikan susu (kolostrum) yang diproduksi mulai hari pertama sampai dengan hari ke-4, kepada pedet yang baru dilahirkan.
- Mengawinkan kembali sapi perah tersebut, minimal 50 hari setelah melahirkan sampai dengan 85 hari setelah melahirkan.
- Masa laktasi dihitung dari hari ke-4 sampai dengan hari ke-309 setelah melahirkan (309 hari – 4 hari = 305 hari ).
- Pada hari ke – 309 setelah melahirkan, sapi perah laktasi harus mulai dikeringkan.
- Masa kering dihitung dari hari ke-309 setelah melahirkan sampai dengan hari melahirkan kembali (365 hari – 309 hari = 56 hari).
- Sapi perah harus bunting kembali pada hari ke-85 setelah melahirkan, jadi perhitungan masa kebuntingan adalah sekitar 365 hari – 85 hari = 208 hari.
Dengan
perlakuan seperti tersebut diatas, maka akan tercapai jarak beranak
(calving interval) 12 bulan atau 1 tahun. Jarak beranak yang melebihi 1
tahun akan mengurangi nilai ekonomis pemeliharaan sapi perah karena akan
mengurangi total produksi susu, mengurangi jumlah anak sapi yang
seharusnya dilahirkan, dan secara tidak langsung meningkatkan biaya
pemeliharaan.
Menurut
penelitian yang dilakukan oleh peternak sapi perah di di Inggris,
apabila jarak beranak lebih dari 365 hari, akan terjadi pengurangan
keuntungan sebesar 1,20 poundsterling per hari.
Tujuan utama dari pemeliharaan sapi perah adalah susu. Untuk sampai kepada produksi susu sapi, diperlukan sejumlah biaya. Secara umum, biaya produksi dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1.Biaya tetap
Biaya
tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli sesuatu yang dapat
digunakan berulang kali. Contohnya adalah : pembelian tanah, biaya
pembangunan kandang, peralatan dan alat transportasi. Biaya tetap
diperhitungkan penyusutannya persatuan waktu (hari/bulan/tahun). Salah
satu contoh perhitungan penyusutan adalah menggunakan metode garis
lurus, yakni penyusutan dianggap sama besarnya utuk setiap waktu.
Perhitungan penyusutan berdasarkan garis lurus, dituangkan dalam rumus :
P = (Hb-Hs) / Lp
Keterangan :
P = Nilai Penyusutan (Rp)
Hb = Nilai atau harga pembelian (Rp)
Hs = Nilai atau harga sisa (Rp)
Lp = Jangka waktu pemakaian (hari, bulan, atau tahun)
Hb = Nilai atau harga pembelian (Rp)
Hs = Nilai atau harga sisa (Rp)
Lp = Jangka waktu pemakaian (hari, bulan, atau tahun)
Contoh:
- Biaya pembangunan kandang untuk 3 ekor sapi induk = Rp 9.000.000,-
- Umur penggunaan kandang = 10 tahun
- Nilai kandang pada tahun ke 10, dianggap = Rp.0,- (karena sudah tidak dapat dipergunakan lagi)
- Maka besarnya penyusutan adalah ( Rp.9.000.000,- – Rp.0,- ) /10 = Rp. 900.000,- per tahun, atau Rp. 75.000,- per bulan.
2.Biaya tidak tetap (variable)
Yaitu
biaya yang dikeluarkan berulang kali, contohnya adalah : pembelian
pakan, biaya tenaga kerja, biaya perbaikan kandang, biaya vaksinasi,
obat-obatan, pembayaran pajak usaha, dan sumbangan-sumbangan. Biaya
tidak tetap yang paling besar adalah biaya pakan yang besarannya sekitar
2/3 dari total biaya. Kemudian biaya tenaga kerja, sekitar 1/5 dari
total biaya, dan biaya lainnya sekitar 1/10 dari keseluruhan biaya tidak
tetap. Pada umumnya, biaya tidak tetap selalu lebih besar dari biaya
tetap.
Untuk memperbesar keuntungan yang diperoleh, peternak sapi perah harus dapat menekan biaya yang dikeluarkan.
Salah
satunya adalah dengan cara efisiensi pada berbagai bidang. Karena biaya
pakan adalah pembiayaan paling besar dari keseluruhan biaya produksi,
tindakan efisiensi harus dimulai dari sektor ini.
Beberapa efisensi yang dapat dilakukan adalah :
1.Pemberian ransum yang sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
2.Harus
dapat memilih bahan pakan yang nilai gizinya sama tetapi dengan harga
yang lebih murah, atau sebaliknya yaitu yang harganya sama tetapi
memiliki nilai gizi yang lebih tinggi. Namun tetap harus memperhitungkan
faktor palatabilitas dari bahan pakan tersebut, yang nantinya akan
mempengaruhi palatabilitas ransum secara keseluruhan. Palatabilitas
adalah derajat kesukaan pada makanan tertentu yang terpilih dan
dimakan. Pengertian palatabilitas berbeda dengan konsumsi. Palatabilitas
melibatkan indera penciuman, perabaan dan perasa. Pada ternak
peliharaan akan memperlihatkan perilaku mengendus (sniffing)
makanan.Kebanyakan hewan memiliki preferensi menyukai makanan tertentu,
terutama jika memiliki kesematan memilih.
3.Mengurangi
jumlah sapi perah yang belum atau tidak produktif tanpa mengganggu
rencana peremajaan. Cara ini secara tidak langsung dapat mengurangi
jumlah pemberian ransum, yang akhirnya mengurangi biaya pakan. Dari
hasil penelitian, sekitar 20% dari jumlah sapi perah induk memang harus
dikeluarkan setiap tahun karena rendahnya kemampuan produksi susu,
menderita penyakit, ataupun cacat tubuh. Sapi perah induk tadi harus
segera diganti dengan pedet betina, tetapi jumlah maksimal sapi induk
yang boleh diganti tidak lebih dari 30% dari jumlah induk setiap
tahunnya. Sebenarnya, jumlah ideal pedet betina yang perlu dipelihara
terus setiap tahun untuk peremajaan adalah 20% dari jumlah induk. Namun
harus dipilih dari turunan induk yang produksi susunya tinggi.
4.Efisiensi
lain yang dapat dilakukan adalah pada sektor tenaga kerja. Di
Indonesia, satu orang tenaga kerja pria dewasa sanggup mengurus hingga
enam ekor sapi perah. Jika menggunakan tenaga kerja keluarga, hendaknya
tetap diperhitungkan sebagai tenaga kerja upahan, untuk tetap dapat
menghitung biaya produksinya secara riil.
Sumber : yprawira.wordpress.com
Menurut Wikipedia, istilah "hewan" adalah sebutan bagi satu kelompok organisme yang diklasifikasikan dalam kerajaan Animalia atau Metazoa (satu jenis makhluk hidup di alam semesta).
Istilah "ternak" , ditujukan kepada kelompok hewan selain unggas dan mamalia, yang dipelihara oleh manusia dan telah mengalami domestikasi, yaitu proses pengadopsian hewan dari kehidupan liar ke dalam lingkungan kehidupan sehari-hari manusia. Pengertian sederhananya , domestikasi merupakan proses "penjinakan" yang dilakukan terhadap populasi (bukan individu) hewan liar, dengan cara : seleksi, pemuliaan (perbaikan keturunan), serta perubahan perilaku/sifat dari organisme yang menjadi objeknya.
Sedangkan istilah "Sapi", diartikan sebagai satu jenis hewan liar di eropa, yang hidup sebelum tahun 1627. Hewan ini dahulu dikenal sebagai Auerochse atau Urochse, istilah dari bahasa jerman yang berarti "sapi kuno", (nama ilmiahnya adalah : Bos primigenius). Seiring berjalannya waktu, Auerochse perlahan-lahan mulai di-domestikasi oleh manusia sampai akhirnya dapat dipelihara. Keturunan dari Auerochse inilah yang nantinya disebut sebagai "sapi" dan diternakkan di tempat khusus (tidak dibiarkan berkelana di alam terbuka), dan hasilnya digunakan sebagai sumber bahan pangan, (susu dan daging) sumber bahan baku industri (kulit,tulang, tanduk), atau sebagai pembantu pekerjaan manusia, seperti membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak
Meskipun banyak jenisnya, sapi digolongkan menjadi satu spesies, anggota dari familia Bovidae dan subfamilia Bovinae. Bovinae mencakup berbagai kelompok hewan, yang tersebar di 10 genus hewan berkuku jari berukuran medium hingga besar. Selain sapi, yang termasuk dalam subfamilia ini adalah : bison, kerbau air, yak, dan antelope. Spesies ini hadir melalui proses evolusi selama 5-8 juta tahun, yang kemudian menyebar. Kelompok pertama yang menyebar adalah kerbau, lalu banteng, bison, dan yak.
Sedangkan istilah "peternakan" ditujukan kepada "usaha" pemeliharaan ternak, yang merupakan bagian dari kegiatan pertanian. Di seluruh dunia, jenis hewan yang diternakkan ada berbagai macam, tergantung pada faktor -faktor seperti iklim, permintaan konsumen, daerah asal, budaya lokal, dan topografi.
Sumber : wikipedia Gambar diambil dari : heim-und-haustiere.de
Alyalupephy. 2014.Materi DDBT. Diambil tanggal 15 Nopember 2014
http://alyalupephy.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar